Fakta-fakta Target 425 Ribu PMI Tahun 2025 hingga WNI Dilarang Bekerja di 3 Negara Ini
Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyiapkan langkah besar dalam penempatan tenaga kerja ke luar negeri pada 2025. Menteri PMI, Abdul Kadir Karding, mengungkapkan target penempatan 425.000 pekerja migran Indonesia di berbagai negara, termasuk peluang kerja besar di Timur Tengah dan Asia Timur.
Pernyataan itu disampaikan seusai penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian PMI, Pemerintah Kota Solo, dan Universitas Sebelas Maret (UNS) di Gedung Tower UNS, Solo, Jawa Tengah, Senin, 14 April 2025.
Selain menjabarkan angka target, Karding juga menyinggung negara-negara yang menjadi prioritas tujuan serta kebijakan larangan bagi pekerja migran untuk bekerja di negara-negara tertentu karena alasan keamanan dan hukum. Berikut tujuh poin penting yang dirangkum dari pernyataan resmi Abdul Kadir Karding:
1. Target Penempatan 425 Ribu PMI pada 2025
Pemerintah menargetkan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sebanyak 425.000 orang pada tahun 2025. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dari capaian tahun sebelumnya yang masih berada di angka 297.000 pekerja.
“Tahun ini saya menargetkan 425.000 dari 297.000 (tenaga kerja),” ujar Karding dalam sambutannya di Gedung Tower UNS Solo, Senin, 14 April 2025.
Target ini dinilai realistis seiring dengan tingginya permintaan dari negara-negara mitra, serta upaya perluasan kerja sama dengan institusi pendidikan dan pemerintah daerah.
Baca juga: KemenP2MI Teken MoU dengan Pemkot Solo dan UNS, Siapkan SDM untuk Pasar Kerja Global
2. Permintaan Tenaga Kerja Mencapai 1,7 Juta Orang
Karding menyebutkan bahwa secara keseluruhan, permintaan tenaga kerja dari Indonesia mencapai angka 1,7 juta orang. Namun, kapasitas pemenuhan saat ini baru mampu mengisi sekitar 297.000 posisi.
Hal ini mencerminkan potensi besar penyerapan tenaga kerja Indonesia di pasar global, asalkan didukung oleh sistem penempatan yang aman dan kerja sama antarnegara yang solid.
3. Negara Tujuan Utama: Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi
Negara-negara dengan permintaan terbesar terhadap tenaga kerja Indonesia saat ini adalah Taiwan dan Hongkong. Keduanya dikenal memiliki sistem yang lebih tertata dalam penempatan pekerja migran serta jalur komunikasi yang intensif dengan pemerintah Indonesia.
Selain itu, Arab Saudi muncul sebagai negara peminat baru dengan angka permintaan fantastis.
“Arab Saudi itu menghubungi saya minta 650.000 orang tenaga kerja untuk dikirim ke Arab Saudi. Tapi harus dibuka dulu MoU-nya,” tambahnya.
Artinya, kerja sama formal antara Indonesia dan Arab Saudi masih dalam tahap persiapan dan belum memungkinkan pengiriman hingga MoU resmi diteken.
4. Permintaan 650 Ribu Pekerja dari Arab Saudi Terkendala MoU
Meski angka permintaan dari Arab Saudi tinggi, yaitu mencapai 650.000 orang, pemerintah belum bisa merealisasikan penempatan karena belum adanya perjanjian kerja sama yang aktif.
Karding menegaskan bahwa pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi hanya dapat dilakukan setelah pembukaan dan pengesahan MoU bilateral yang menjadi dasar legal dan operasional pengiriman.
5. Tiga Negara yang Dilarang: Kamboja, Myanmar, dan Thailand
Karding secara tegas menyatakan larangan bagi warga negara Indonesia untuk bekerja di Kamboja, Myanmar, dan Thailand. Alasannya adalah tidak adanya perjanjian resmi penempatan antara Indonesia dengan ketiga negara tersebut.
“Kita ini sama Kamboja, Myanmar, dan Thailand tidak punya kerja sama penempatan. Kalau tidak punya kerja sama penempatan sebenarnya tidak boleh. Dan apalagi di sana banyak warga kita kena TPPO, makanya saya berinisiatif untuk melarang itu,” tegas Karding.
6. Ancaman TPPO Jadi Alasan Pelarangan
Selain tidak adanya kerja sama resmi, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjadi alasan kuat larangan pengiriman tenaga kerja ke tiga negara tersebut. Menurut Karding, banyak warga Indonesia menjadi korban TPPO, khususnya di Thailand.
Kebijakan pelarangan ini merupakan bagian dari langkah preventif pemerintah untuk melindungi keselamatan dan hak-hak pekerja migran.